Pages

Bangladeshi Blog

Sabtu, 26 Maret 2011

Sejarah Sekte Wahabi

Sejarah berdirinya Wahabi sesuai dengan asal usul dan sejarah perkembangannya semaksimal mungkin berdasarkan berbagai sumber dan rujukan kitab-kitab yang dapat dipertanggung-jawabkan, diantaranya, Fitnatul Wahabiyah karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, I?tirofatul Jasus AI-Injizy pengakuan Mr. Hempher, Daulah Utsmaniyah dan Khulashatul Kalam karya Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, dan lain-lain.

Nama Aliran Wahabi ini diambil dari nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Asal mulanya dia adalah seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan Syam. Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M, dia terpengaruh oleh seorang orientalis Inggris bernama Mr. Hempher yang bekerja sebagai mata-mata Inggris di Timur Tengah. Sejak itulah dia menjadi alat bagi Inggris untuk menyebarkan ajaran barunya. Inggris memang telah berhasil mendirikan sekte-sekte bahkan agama baru di tengah umat Islam seperti Ahmadiyah dan Baha?i. Bahkan Muhammad bin Abdul Wahab ini juga termasuk dalam target program kerja kaum kolonial dengan alirannya Wahabi.

Mulanya Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Namun sejak semula ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat yang kurang baik tentang dia bahwa dia akan sesat dan menyebarkan kesesatan. Bahkan mereka menyuruh orang-orang untuk berhati-hati terhadapnya. Ternyata tidak berselang lama firasat itu benar. Setelah hal itu terbukti ayahnya pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama? besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawa?iqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi?i, menulis surat berisi nasehat: ?Wahai Ibn Abdil Wahab, aku menasehatimu karena Allah, tahanlah lisanmu dari mengkafirkan kaum muslimin, jika kau dengar seseorang meyakini bahwa orang yang ditawassuli bisa memberi manfaat tanpa kehendak Allah, maka ajarilah dia kebenaran dan terangkan dalilnya bahwa selain Allah tidak bisa memberi manfaat maupun madharrat, kalau dia menentang bolehlah dia kau anggap kafir, tapi tidak mungkin kau mengkafirkan As-Sawadul A?dham (kelompok mayoritas) diantara kaum muslimin, karena engkau menjauh dari kelompok terbesar, orang yang menjauh dari kelompok terbesar lebih dekat dengan kekafiran, sebab dia tidak mengikuti jalan muslimin?.

Sebagaimana diketahui bahwa madzhab Ahlus Sunah sampai hari ini adalah kelompok terbesar. Allah berfirman : ?Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu (Allah biarkan mereka bergelimang dalam kesesatan) dan kami masukkan ia ke dalam jahannam, dan jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali (QS: An-Nisa 115)

Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan kaum muslim sunni yang mengamalkan tawassul, ziarah kubur, maulid nabi, dan lain-lain. Berbagai dalil akurat yang disampaikan ahlussunnah wal jama?ah berkaitan dengan tawassul, ziarah kubur serta maulid, ditolak tanpa alasan yang dapat diterima. Bahkan lebih dari itu, justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.

Pada satu kesempatan seseorang bertanya pada Muhammad bin Abdul Wahab, ?Berapa banyak Allah membebaskan orang dari neraka pada bulan Ramadhan?? Dengan segera dia menjawab, ?Setiap malam Allah membebaskan 100 ribu orang, dan di akhir malam Ramadhan Allah membebaskan sebanyak hitungan orang yang telah dibebaskan dari awal sampai akhir Ramadhan? Lelaki itu bertanya lagi ?Kalau begitu pengikutmu tidak mencapai satu person pun dari jumlah tersebut, lalu siapakah kaum muslimin yang dibebaskan Allah tersebut? Dari manakah jumlah sebanyak itu? Sedangkan engkau membatasi bahwa hanya pengikutmu saja yang muslim.? Mendengar jawaban itu Ibn Abdil Wahab pun terdiam seribu bahasa. Sekalipun demikian Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya itu.

Dengan berdalihkan pemurnian ajaran Islam, dia terus menyebarkan ajarannya di sekitar wilayah Najed. Orang-orang yang pengetahuan agamanya minim banyak yang terpengaruh. Termasuk diantara pengikutnya adalah penguasa Dar?iyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya. Dia mendukung secara penuh dan memanfaatkannya untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.

Sejak semula Muhammad bin Abdul Wahab sangat gemar mempelajari sejarah nabi-nabi palsu, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Aswad Al-Ansiy, Tulaihah Al-Asadiy dll. Agaknya dia punya keinginan mengaku nabi, ini tampak sekali ketika ia menyebut para pengikut dari daerahnya dengan julukan Al-Anshar, sedangkan pengikutnya dari luar daerah dijuluki Al-Muhajirin. Kalau seseorang ingin menjadi pengikutnya, dia harus mengucapkan dua syahadat di hadapannya kemudian harus mengakui bahwa sebelum masuk Wahabi dirinya adalah musyrik, begitu pula kedua orang tuanya. Dia juga diharuskan mengakui bahwa para ulama? besar sebelumnya telah mati kafir. Kalau mau mengakui hal tersebut dia diterima menjadi pengikutnya, kalau tidak dia pun langsung dibunuh. Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi SAW dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata : ?Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad.

Keberhasilan menaklukkan Madinah berlanjut. Mereka masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Ka?bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Ma?la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi SAW, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut. Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II, penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut kembali. Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Sa?ud bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu, hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global. Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafi?i yang sudah mapan.

Kekejaman dan kejahilan Wahabi lainnya adalah meruntuhkan kubah-kubah di atas makam sahabat-sahabat Nabi SAW yang berada di Ma?la (Mekkah), di Baqi? dan Uhud (Madinah) semuanya diruntuhkan dan diratakan dengan tanah dengan mengunakan dinamit penghancur. Demikian juga kubah di atas tanah Nabi SAW dilahirkan, yaitu di Suq al Leil diratakan dengan tanah dengan menggunakan dinamit dan dijadikan tempat parkir onta, namun karena gencarnya desakan kaum Muslimin International maka dibangun perpustakaan. Kaum Wahabi benar-benar tidak pernah menghargai peninggalan sejarah dan menghormati nilai-nilai luhur Islam. Semula AI-Qubbatul Khadra (kubah hijau) tempat Nabi Muhammad SAW dimakamkan juga akan dihancurkan dan diratakan dengan tanah tapi karena ancaman International maka orang-orang biadab itu menjadi takut dan mengurungkan niatnya. Begitu pula seluruh rangkaian yang menjadi manasik haji akan dimodifikasi termasuk maqom Ibrahim akan digeser tapi karena banyak yang menentangnya maka diurungkan.

Pengembangan kota suci Makkah dan Madinah akhir-akhir ini tidak mempedulikan situs-situs sejarah Islam. Makin habis saja bangunan yang menjadi saksi sejarah Rasulullah SAW dan sahabatnya. Bangunan itu dibongkar karena khawatir dijadikan tempat keramat. Bahkan sekarang, tempat kelahiran Nabi SAW terancam akan dibongkar untuk perluasan tempat parkir. Sebelumnya, rumah Rasulullah pun sudah lebih dulu digusur. Padahal, disitulah Rasulullah berulang-ulang menerima wahyu. Di tempat itu juga putra-putrinya dilahirkan serta Khadijah meninggal.

Islam dengan tafsiran kaku yang dipraktikkan wahabisme paling punya andil dalam pemusnahan ini. Kaum Wahabi memandang situs-situs sejarah itu bisa mengarah kepada pemujaan berhala baru. Pada bulan Juli yang lalu, Sami Angawi, pakar arsitektur Islam di wilayah tersebut mengatakan bahwa beberapa bangunan dari era Islam kuno terancam musnah. Pada lokasi bangunan berumur 1.400 tahun Itu akan dibangun jalan menuju menara tinggi yang menjadi tujuan ziarah jamaah haji dan umrah.

?Saat ini kita tengah menyaksikan saat-saat terakhir sejarah Makkah. Bagian bersejarahnya akan segera diratakan untuk dibangun tempat parkir,? katanya kepada Reuters. Angawi menyebut setidaknya 300 bangunan bersejarah di Makkah dan Madinah dimusnahkan selama 50 tahun terakhir. Bahkan sebagian besar bangunan bersejarah Islam telah punah semenjak Arab Saudi berdiri pada 1932. Hal tersebut berhubungan dengan maklumat yang dikeluarkan Dewan Keagamaan Senior Kerajaan pada tahun 1994. Dalam maklumat tersebut tertulis, ?Pelestarian bangunan bangunan bersejarah berpotensi menggiring umat Muslim pada penyembahan berhala.?

Nasib situs bersejarah Islam di Arab Saudi memang sangat menyedihkan. Mereka banyak menghancurkan peninggalan-peninggalan Islam sejak masa Ar-Rasul SAW. Semua jejak jerih payah Rasulullah itu habis oleh modernisasi ala Wahabi. Sebaliknya mereka malah mendatangkan para arkeolog (ahli purbakala) dari seluruh dunia dengan biaya ratusan juta dollar untuk menggali peninggalan-peninggalan sebelum Islam baik yang dari kaum jahiliyah maupun sebelumnya dengan dalih obyek wisata. Kemudian dengan bangga mereka menunjukkan bahwa zaman pra Islam telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa, tidak diragukan lagi ini merupakan pelenyapan bukti sejarah yang akan menimbulkan suatu keraguan di kemudian hari.

Gerakan wahabi dimotori oleh para juru dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka menebarkan kebencian permusuhan dan didukung oleh keuangan yang cukup besar. Mereka gemar menuduh golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli bid?ah. Itulah ucapan yang selalu didengungkan di setiap kesempatan, mereka tak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri. Di negeri kita ini mereka menaruh dendam dan kebencian mendalam kepada para Wali Songo yang menyebarkan dan meng-Islam-kan penduduk negeri ini.

Mereka mengatakan ajaran para wali itu masih kecampuran kemusyrikan Hindu dan Budha, padahal para Wali itu telah meng-Islam-kan 90 % penduduk negeri ini. Mampukah wahabi-wahabi itu meng-Islam-kan yang 10% sisanya? Mempertahankan yang 90 % dari terkaman orang kafir saja tak bakal mampu, apalagi mau menambah 10 % sisanya. Justru mereka dengan mudahnya mengkafirkan orang-orang yang dengan nyata bertauhid kepada Allah SWT. Jika bukan karena Rahmat Allah yang mentakdirkan para Wali Songo untuk berdakwah ke negeri kita ini, tentu orang-orang yang menjadi corong kaum wahabi itu masih berada dalam kepercayaan animisme, penyembah berhala atau masih kafir. (Naudzu billah min dzalik).

Oleh karena itu janganlah dipercaya kalau mereka mengaku-aku sebagai faham yang hanya berpegang teguh pada Al-Qur?an dan As-Sunnah. Mereka berdalih mengikuti keteladanan kaum salaf apalagi mengaku sebagai golongan yang selamat dan sebagainya, itu semua omong kosong belaka. Mereka telah menorehkan catatan hitam dalam sejarah dengan membantai ribuan orang di Makkah dan Madinah serta daerah lain di wilayah Hijaz (yang sekarang dinamakan Saudi). Tidakkah anda ketahui bahwa yang terbantai waktu itu terdiri dari para ulama yang sholeh dan alim, bahkan anak-anak serta balita pun mereka bantai di hadapan ibunya. Tragedi berdarah ini terjadi sekitar tahun 1805. Semua itu mereka lakukan dengan dalih memberantas bid?ah, padahal bukankah nama Saudi sendiri adalah suatu nama bid?ah? Karena nama negeri Rasulullah SAW diganti dengan nama satu keluarga kerajaan pendukung faham wahabi yaitu As-Sa?ud.

Sungguh Nabi SAW telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau SAW dalam memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih BUKHARI & MUSLIM dan lainnya. Diantaranya: ?Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana,? sambil menunjuk ke arah timur (Najed). (HR. Muslim dalam Kitabul Fitan)

?Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur?an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur (Gundul).? (HR Bukho-ri no 7123, Juz 6 hal 20748). Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, dan Ibnu Hibban

Nabi SAW pernah berdo?a: ?Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman,? Para sahabat berkata: Dan dari Najed, wahai Rasulullah, beliau berdo?a: Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman, dan pada yang ketiga kalinya beliau SAW bersabda: ?Di sana (Najed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana pula akan muncul tanduk syaitan.?, Dalam riwayat lain dua tanduk syaitan.

Dalam hadits-hadits tersebut dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Dan ini adalah merupakan nash yang jelas ditujukan kepada para penganut Muhammad bin Abdul Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya hingga mereka yang mengikuti tidak diperbolehkan berpaling dari majlisnya sebelum bercukur gundul. Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya. Seperti yang telah dikatakan oleh Sayyid Abdurrahman Al-Ahdal: ?Tidak perlu kita menulis buku untuk menolak Muhammad bin Abdul Wahab, karena sudah cukup ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah SAW itu sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul), karena ahli bid?ah sebelumnya tidak pernah berbuat demikian?. Al-Allamah Sayyid AIwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah AI-Haddad menyebutkan dalam kitabnya Jala?udz Dzolam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib dari Nabi SAW: ?Akan keluar di abad kedua belas nanti di lembah BANY HANIFAH seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong), lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin?? AI-Hadits.

BANY HANIFAH adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Saud. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid AIwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahab. Adapun mengenai sabda Nabi SAW yang mengisyaratkan bahwa akan ada keguncangan dari arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian, ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahab.
Pendiri ajaran wahabiyah ini meninggal tahun 1206 H / 1792 M, seorang ulama? mencatat tahunnya dengan hitungan Abjad: ?Ba daa halaakul khobiits? (Telah nyata kebinasaan Orang yang Keji) (Masun Said Alwy)


Tawasul dan Tabarruk

Dalam hadits shahih bahwa Rasulullah shallallahu 'alayhi wasallam mengajarkan kepada sebagian umatnya untuk berdo'a di belakangnya (tidak di hadapannya) dengan mengucapkan:

"اللهم إني أسألك وأتوجه إليك بنبينا محمد نبي الرحمة يا محمد إني أتوجه بك إلى ربي في حاجتي لتقضى لي"

Maknanya: "Ya Allah aku memohon dan memanjatkan do'a kepada-Mu dengan Nabi kami Muhammad; Nabi pembawa rahmat, wahai Muhammad, sesungguhnya aku memohon kepada Allah dengan engkau berkait dengan hajatku agar dikabulkan".


Orang tersebut melaksanakan petunjuk Rasulullah ini. Orang ini adalah seorang buta yang ingin diberi kesembuhan dari butanya, akhirnya ia diberikan kesembuhan oleh Allah di belakang Rasulullah (tidak di majlis Rasulullah) dan kembali ke majlis Rasulullah dalam keadaan sembuh dan bisa melihat. Seorang sahabat yang lain -yang menyaksikan langsung peristiwa ini, karena pada saat itu ia berada di majelis Rasulullah- mengajarkan petunjuk ini kepada orang lain pada masa khalifah Utsman ibn 'Affan –semoga Allah meridlainya- yang tengah mengajukan permohonan kepada khalifah Utsman.

Pada saat itu Sayyidina Utsman sedang sibuk dan tidak sempat memperhatikan orang ini. Maka orang ini melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh orang buta pada masa Rasulullah tersebut. Setelah itu ia mendatangi Utsman ibn 'Affan dan akhirnya ia disambut oleh khalifah 'Utsman dan dipenuhi permohonannya. Umat Islam selanjutnya senantiasa menyebutkan hadits ini dan mengamalkan isinya hingga sekarang. Para ahli hadits juga menuliskan hadits ini dalam karya-karya mereka seperti al Hafizh at Thabarani – beliau menyatakan dalam "al Mu'jam al Kabir" dan "al Mu'jam ash-Shaghir": "Hadits ini shahih" [1] -, al Hafizh at-Turmudzi dari kalangan ahli hadits mutaqaddimin, juga al Hafizh an-Nawawi, al Hafizh Ibn al Jazari dan ulama muta-akhkhirin yang lain.

Hadits ini adalah dalil diperbolehkannya bertawassul dengan Nabi shallallahu 'alayhi wasallam pada saat Nabi masih hidup di belakangnya (tidak di hadapannya). Hadits ini juga menunjukkan bolehnya bertawassul dengan Nabi setelah beliau wafat seperti diajarkan oleh perawi hadits tersebut, yaitu sahabat Utsman ibn Hunayf kepada tamu sayyidina Utsman, karena memang hadits ini tidak hanya berlaku pada masa Nabi hidup tetapi berlaku selamanya dan tidak ada yang menasakhkannya. Dari sini diketahui bahwa orang-orang Wahhabi yang menyatakan bahwa tawassul adalah syirik dan kufur berarti telah mengkafirkan ahli hadits tersebut yang mencantumkan hadits-hadits ini untuk diamalkan. Semoga Allah melindungi kita dari paham yang tidak lurus seperti paham orang-orang wahhabi ini. [2]

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam Sunannya dari Abu Sa'id al Khudri –semoga Allah meridlainya-, ia berkata, Rasulullah bersabda :

"من خرج من بيته إلى الصلاة فقال : اللهم إني أسألك بحق السائلين عليك وبحق ممشاي هذا فإني لم أخرج أشرا ولا بطرا ولا ريآء ولا سمعة خرجت اتقاء سخطك وابتغاء مرضاتك فأسألك أن تنقذنـي من النار وأن تغفر لي ذنوبي إنه لا يغفر الذنوب إلا أنت ، أقبل الله عليه بوجهه واستغفر له سبعون ألف ملك" (رواه أحمد في المسند والطبراني في الدعاء وابن السني في عمل اليوم والليلة والبيهقي في الدعوات الكبير وغيرهم وحسن إسناده الحافظ ابن حجر والحافظ أبو الحسن المقدسي والحافظ العراقي والحافظ الدمياطي وغيرهم). ومعنى "أقبل الله عليه بوجهه" ليس على ظاهره بل هو مؤول بمعنى الرضا عنه .

Maknanya: "Barangsiapa yang keluar dari rumahnya untuk melakukan shalat (di masjid) kemudian ia berdo'a: "Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan derajat orang-orang yang saleh yang berdo'a kepada-Mu (baik yang masih hidup atau yang sudah meninggal) dan dengan derajat langkah-langkahku ketika berjalan ini, sesungguhnya aku keluar rumah bukan untuk menunjukkan sikap angkuh dan sombong, juga bukan karena riya dan sum'ah, aku keluar rumah untuk menjauhi murka-Mu dan mencari ridla-Mu, maka aku memohon kepada-Mu: selamatkanlah aku dari api neraka dan ampunilah dosa-dosaku, sesungguhnya tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau, maka Allah akan meridlainya dan tujuh puluh ribu malaikat memohonkan ampun untuknya" (H.R. Ahmad dalam "al Musnad", ath-Thabarani dalam "ad-Du'a", Ibn as-Sunni dalam" 'Amal al Yaum wa al-laylah", al Bayhaqi dalam Kitab "ad-Da'awat al Kabir" dan selain mereka, sanad hadits ini dihasankan oleh al Hafizh Ibn Hajar, al Hafizh Abu al Hasan al Maqdisi, al Hafizh al 'Iraqi, al Hafizh ad-Dimyathi dan lain-lain).

Dalam hadits ini juga terdapat dalil dibolehkannya bertawassul dengan para shalihin, baik yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Hadits ini adalah salah satu dalil Ahlussunnah Wal Jama'ah untuk membantah golongan Wahhabi yang mengharamkan tawassul dan mengkafirkan pelakunya. [3}

Sedangkan tentang mengambil berkah dengan berziarah ke makam para nabi dan wali, Rasulullah bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi Musa berdoa :

" ربّ أدنني من الأرض المقدسة رمية بحجر "

Maknanya: "Ya Allah dekatkanlah aku ke Tanah Bayt al Maqdis meskipun sejauh lemparan batu"

Kemudian Rasulullah bersabda :

" والله لو أني عنده لأريتكم قبـره إلى جنب الطريق عند الكثيب الأحمر"

Maknanya : "Demi Allah, jika aku di dekat kuburan Nabi Musa niscaya akan aku perlihatkan kuburannya kepada kalian di samping jalan di daerah al Katsib al Ahmar"

Al Hafizh Waliyyuddin al 'Iraqi berkata : "Dalam hadits ini terdapat dalil kesunnahan untuk mengetahui kuburan orang-orang yang saleh untuk berziarah ke sana dan memenuhi hak-haknya". Karena itu para ahli hadits seperti al Hafizh Syamsuddin ibn al Jazari mengatakan dalam kitabnya 'Uddah al Hishn al Hashin :

ومن مواضع إجابة الدعاء قبور الصالـحين

Maknanya: " Di antara tempat dikabulkannya doa adalah kuburan orang-orang yang saleh "

Apalagi jika itu adalah kuburan Nabi Muhammad shallallahu 'alayhi wasallam seperti yang dilakukan oleh sahabat Bilal ibn al Harits al Muzani (H.R. al Bayhaqi, Ibn Abi Syaybah dan lain-lain dan dishahihkan oleh al Bayhaqi dan Ibnu Katsir). Hal ini juga dilakukan oleh al Imam asy-Syafi'i terhadap kuburan al Imam Abu Hanifah.

___________________________________

[1]. Para ahli hadits (Hafizh) telah menyatakan bahwa hadits ini shahih, baik yang marfu' maupun kadar yang mawquf (peristiwa di masa sayyidina 'Utsman), di antaranya al Hafizh ath-Thabarani. Masalah tawassul dengan para nabi dan orang saleh ini hukumnya boleh dengan ijma' para ulama Islam sebagaimana dinyatakan oleh ulama madzhab empat seperti al Mardawi al Hanbali dalam Kitabnya al Inshaf, al Imam as-Subki asy-Syafi'i dalam kitabnya Syifa as-Saqam, Mulla Ali al Qari al Hanafi dalam Syarh al Misykat, Ibn al Hajj al Maliki dalam kitabnya al Madkhal

.

[2]. Golongan Wahhabi adalah pengikut Muhammad ibn Abdul Wahhab an-Najdi. Mereka menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya, mengkafirkan orang-orang yang bertawassul dengan para nabi dan orang-orang shalih, mengharamkan peringatan maulid Nabi dan membaca al Qur'an untuk orang-orang muslim yang sudah meninggal dan mereka memiliki banyak kesesatan-kesesatan yang lain. Para ulama Ahlussunnah banyak sekali yang membantah mereka ini seperti Mufti Madzhab Syafi'i di Makkah al Mukarramah Syekh Ahmad Zaini Dahlan (W. 134 H) dalam kitab tarikh yang salah satu fasalnya berjudul Fitnah al Wahhabiyyah, Mufti madzhab Hanbali di Makkah al Mukarramah Syekh Muhammad ibn Abdullah ibn Humaid (W. 1295 H) dalam kitabnya as-Suhub al Wabilah 'Ala Dlara-ih al Hanabilah, Syekh Ibn 'Abidin al Hanafi (W. 1252 H) dalam Hasyiyahnya, Syekh Ahmad ash-Shawi al Maliki (W. 1241 H) dalam kitabnya Hasyiyah 'Ala Tafsir al Jalalain. Bagi yang menginginkan penjelasan yang panjang lebar baca kitab al Maqalat as-Sunniyyah fi Kasyfi Dlalalat Ahmad ibn Taimiyah.

[3]. Di antara orang yang menyalahi Ahlussunnah dalam masalah ini adalah Yusuf al Qardlawi. Ia menyatakan bahwa bertabarruk dengan peninggalan orang-orang yang saleh termasuk syirik -wal 'iyadz billah- sebagaimana ia tuturkan dalam kitabnya al Ibadah fi al Islam. Kesesatan al Qardlawi yang lain adalah seperti pernyataan bahwa Rasulullah bisa saja salah dalam hal agama seperti ia sampaikan lewat layar televisi al Jazirah, 12 september 1999. Al Qardlawi juga membolehkan bagi seorang perempuan yang masuk Islam untuk tetap menjadi istri suaminya yang kafir sebagaimana diangkat oleh Koran asy-Syarq al Awsath juga di situs-situs internet. Al Qardlawi juga melarang membaca al Fatihah untuk orang-orang Islam yang meninggal dunia, hal ini ia sampaikan lewat stasiun TV al Jazirah. Telah banyak para ulama Islam yang membantah al Qardlawi di antaranya adalah Syekh Nabil al Azhari, Syekh Khalil Daryan al Azhari, Mantan Menteri Agama dan Urusan Wakaf Emirat Arab Syekh Muhammad ibn Ahmad al Khazraji, Rektor al Azhar University Dr. Ahmad Umar Hasim, Dr. Shuhaib asy-Syami (Amin Fatwa Halab, Syiria), al Muhaddits Syekh Abdul Hayy al Ghumari, Dr. Sayyid Irsyad Ahmad al Bukhari dan lain-lain. Di antara ulama Indonesia yang membantah al Qardlawi adalah Habib Syekh ibn Ahmad al Musawa. Karena ini semua maka kita harus mewaspadai karya-karya al Qardlawi.

Jumat, 25 Maret 2011

apakah setiap KULLU di artikan SEMUA??(ttg. Bid'ah)

Almukarrom Almaghfurlah KH. Fuad Hasyim (semoga Allah menaburi beliau dengan segala harum-haruman kebaikan). Kala itu beliau membahas kalimat “Kullu bid’atin dlolalah wa kullu dlolalatin fin-naar”, setiap bid’ah itu kesesatan dan setiap kesesatan di neraka.

Kata beliau, kata “setiap” disini tidak berarti bahwa semua yang baru (bid’ah) itu kesesatan.

Waktu itu beliau menyebutkan berbagai dalil yang membuat kalimat yang umum ini menjadi bermakna terbatas. Karena itu banyak para pendahulu dari kalangan ulama yang membagi bid’ah ini kepada yang baik dan yang buruk. Apalagi Khalifah Umar ra lebih eksplisit menyatakan “Ni’mal bid’ah haadizhii” dalam Sahih Bukhori. Kalimat ini bermakna bahwa “sebaik-baik bid’ah itu (ya) ini”. Maksudnya solat tarawih berjamaah dibelakang satu imam dengan rokaat yang ditentukan yaitu 21 rokaat. Jadi jelas tidak semua bid’ah buruk. Penulis senang menakwilkan perkataan Khalifah ini dengan: banyak bid’ah yang baik, dan diantaranya satu yang terbaik menurut beliau yaitu salat tarawih yang beliau tentukan cara dan polanya.



Menarik sekali, pelajaran ini. Direnung-renung, bahasa Arab ini mempunyai karakter sendiri yang khas. Dan anehnya, orang Arab sendiri mungkin tidak sadar dengan karakter bahasanya ini. Dalam bahasa Arab ada cara untuk menyatakan “seratus persen bulat-bulat” dan “tidak bulat-bulat seratus persen”. Hanya saja, pada zaman kanjeng Nabi –sollallaahu ‘alaihi wa aalihi wasallam– ungkapan seratus persen belum dikenal. Bilangan seratus persen dikenal baru pada masa keemasan Dinasti Abbasiyah di Bagdad.



Kalau kita perhatikan dari kalimat-kalimat bahasa Arab, ada dua cara mengungkapkan yang “bulat-bulat seratus persen“, yaitu dengan susunan “tidak – kecuali” atau “setiap – kecuali” dan “hanyalah – adalah”. Contoh untuk model pertama: Laa ilaaha illaa Allah, tidak ada tuhan kecuali Allah. Maknanya bahwa bulat-bulat seratus persen bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah. Sebaliknya, bulat-bulat seratus persen bahwa selain Allah bukanlah tuhan. Contoh untuk model kedua: innamal a’maalu binniyyat; terjemah kakunya: hanyalah amal-amal itu adalah dengan niyat-niyatnya. Maknanya, bahwa identitas amal itu bulat-bulat seratus persen ditentukan oleh niyatnya.

Mungkin sebagian orang tidak mudah menerima konsep ini. Karena bagaimanapun konsep ini dapat berimbas kepada pemahaman yang ada. Misalnya, orang percaya bahwa setiap orang akan mati, dalilnya: “kullu nafsin dzaiqotul maut” bahwa setiap orang akan mati. Begitu terjemahan bebas yang sering diterima banyak orang. Bila konsep di atas diterima, berarti tidak seratus persen orang itu akan mati, donk? Begitu tanda-tanya dalam diri sebagian orang.

Sebetulnya begitulah resiko sebuah pengetahuan. Pengetahuan dapat berimbas kepada pemahaman yang pernah mapan. Tidak jarang, pengetahuan yang baru dapat berakibat kepada koreksi sebuah kepercayaan. Bahkan, seseorang bisa mengoreksi pemahaman dirinya dalam beragama? Oh, iya donk. Inilah gunanya ilmu. Kalau ilmu bukan untuk memperbaiki, lalu untuk apa menuntut ilmu. Namun, tunggu dulu. Ada satu prinsip yang perlu dipegang dalam mengoreksi kepercayaan dengan ilmu. Yaitu, pegang dulu kepercayaan yang lama sewaktu kita memperbaiki kepercayaan dengan yang baru, sampai benar-benar diperoleh kenyataan tanpa fatamorgana bahwa yang baru itu benar-benar kebenaran yang tertinggi dan hakiki.

Kalau masih remang-remang; Kalau masih terselimuti oleh halimun fatamorgana; Jangan dulu lepaskan kepercayaan yang awal. Kalau kita lepaskan kepercayaan yang awal, padahal kita dalam selimut fatamorgana, kita akan menjadi bagai layang-layang yang putus. Melayang terbang tak tentu arah menurut saja kepada angin kemana menghempaskan. Ini bahaya bagi harga diri, bagi akhir penghidupan dan juga menandakan tidak memahami makna berilmu.

Mengenai kullu nafsin dzaiqotul maut, sebetulnya terjemahan bebas itu yang tidak pas. Terjemahannya bukan mengatakan bahwa setiap orang itu akan mati. Tetapi: setiap orang itu pencicip kematian. Atau: setiap orang itu akan mencicip kematian. Penekanan makna disini terletak pada kata cicip. Terserah, mau yang mencicip atau pencicip. Kalau soal cicip-mencicip, penekanannya pada rasa atau pengalaman, bukan esensi kewujudan. Misal makan sambal. Mencicip sambal itu hanya memberi pengalaman rasa pedas. Namanya pengalaman, ya wujudnya tidak njlenggenek seperti batu atau sejenisnya.

Makna dari kalimat yang memuat kata “setiap” disini menunjukkan bahwa tidak seratus persen orang itu bakal mencicipi kematian. Apa begitu? Iya, donk. Ada dua keadaan seseorang itu tidak akan merasakan rasa kematian. Pertama orang meninggal dalam keadaan tidur. Tidak ada sakarotul maut bagi orang yang meninggal dunia sedang tidur. Bukankah sebagian orang tidur itu digambarkan sebagai orang dengan ruh yang sedang jalan-jalan? Nah, kalau ruhnya tidak dikembalikan oleh Allah kepada jasad yang tidur itu, maka jadilah orang tidur itu tak akan bangkit kembali sebagai orang yang bangun dari tidur. Kedua orang yang hilang rasa seperti saat mengalami kecelakaan. Penulis pernah terjatuh dari motor karena ditabrak dari arah yang berlawanan. Segala puji bagi Allah yang telah memberi hamba pelajaran yang berharga.

Kata orang yang melihat, saya terlempar sejauh sepuluh meter dengan keadaan yang mengenaskan. Tapi, rupanya Allah telah mengambil rasa sebelum badan terbanting di atas jalan aspal. Sehingga tak ada rasa sakit sedikitpun sampai baru tersadar pada saat akan dijahit oleh perawat.

Bisa dibayangkan, seandainya terbangun pada saat sudah didalam kubur, maka tidak ada lagi rasa mencicip rasa kematian. Dari pengalaman ini, orang yang terjatuh dari jurang sebab kecelakaan, bisa dibayangkan mungkin saja sudah dicabut rasa atau pingsan sebelum badannya dilumatkan oleh batu yang menyambutnya dibawah. Wallaahu a’lam.

Dari pemahaman seperti ini terhadap kullu nafsin dzaiqotul maut dapat merubah kepercayaan. Misalnya ada orang yang percaya bahwa kalau orang sudah mati tidak dapat mendengar seruan orang hidup. Coba perhatikan, bahwa pemahaman ini muncul dari anggapan bahwa orang mati itu sebagai wujud njlenggenek dari makhluk hidup berpindah menjadi benda mati seperti batu. Dia sangka, bahwa kematian itu sebuah peristiwa bergantinya keadaan zat dari makhluk hidup kepada benda mati.

Kalau dianggap seperti itu, memang benar bahwa benda mati itu tidak dapat merasa dan mendengar. Tapi kita harus ingat, bahwa kematian bukanlah esensi kewujudan, melainkan peristiwa pengalaman. Jadi, tidak ada transformasi pergantian benda hidup ke benda mati itu. Karena tidak ada transformasi, maka potensinya tetap dipertahankan utuh. Kalau semula mendengar, ya setelah mengalami kematian mendengar juga. Karena ruh manusia tidak bertransformasi sama sekali. Bahkan orang bukan beragama Islam yang meninggal dunia sekalipun, potensi yang dimiliki ruhnya masih utuh. Bagi yang menginginkan dalil-dalil tetang kemampuan mendengarnya ini, silahkan rujuk ke buntetpesantren.org mengenai pertanyaan orang kepada team tentang haul dan tahlil.

Kalau begitu maknanya, apa donk dalil yang tepat bahwa semua orang itu pasti mati? Ha,ha, maksa amat dengan paham itu. Tidak ada dalil untuk paham begitu, ada juga yang mengatakan bahwa: setiap sesuatu itu (akan) hancur kecuali dzat Allah “Kullu syai-in haalikun illaa wajhaah”dan “Kullu man ‘alaihaa faan, wa yabqoo wajhu robbika dzul jalaali wal ikroom”.

Mengenai contoh “semua” tidak berarti seratus persen. Dalam Alquran disebutkan bahwa “innallaaha yaghfirudz-dzunuuba jamiian”, sesungguhnya Allah itu mengampuni dosa semuanya (QS 39:53). Maknanya, tidak seratus persen dosa dapat diampuni Allah. Apa yang tidak diampuni Allah? Yaitu dosa-dosa apapun sebab pemiliknya masih dalam kekufuran dan kesyirikan. Dosa kufur dan dosa syirik dapat diampuni Allah ketika orang tersebut sudah menyesali perbuatannya, artinya sudah melepaskan perbuatan syirik dan kufur.

Tetapi dosa mencibir tidak diampuni kalau yang minta ampun masih dalam kesyirikan atau kekufuran. Dalam kesempatan lain, ayat (QS 4:48) yang sering disalah-pahami orang sebagai dalil bahwa dosa syirik tidak diampuni perlu dibahas. Tapi sebaiknya dibahas saja oleh musyawarah santri MANU sebagai PR. Disini diberi saja kalimat kuncinya: cermati setiap amil yang ada. Hasilnya sangat mengejutkan. Berbeda dengan terjemahan dan keterangan Tafsir Alquran dari Departemen Agama. Cobalah.

Dalam (QS 32:13) disebutkan juga bahwa “la-amla-anna jahannama minal jinnati wan-naasi ajma-iina”, terjemahnya: sungguh benar-benar Aku penuhi jahannam dari bangsa Jin dan Manusia semuanya. Diam-diam santri bertanya-tanya, kalau begitu surga kosong donk, kalau semuanya ke jahannam? Itulah makanya, makna semuanya itu berarti tidak seratus persen. Moga-moga aja kebanyakannya dimasukkan Allah ke surga. Sebab Allah itu maha pengasih dan penyayang. Kan, begitu wara-wara Allah pada pembukaan Alquran dengan pernyataan yang monumental “Bismillaahir-rohmaanir-rohiim“. Bobot ayat bismillaah ini mesti didahulukan atas ayat-ayat yang lain. Karena Allah sendiri yang menempatkannya didepan.

Ujian berat bagi pelajar ilmu adalah ketika memaknai “wa alaa aalihii wa sohbihii ajmaiin“ setelah doa solawat kepada Nabi saaw. Semoga solawat dan salam juga diberikan bagi keluarganya dan sahabatnya semuanya. Dengan konsep ini kita akan memahami bahwa tidak seratus persen sahabat akan menerima limpahan karunia dengan sama. Ujian berat juga pada saat memahami “kullus-sohaabati uduul“, setiap sahabat itu adil. Ujian berat ini dapat menjerumuskan kita menjadi pengikut para pembenci sebagian sahabat. Bagaimanakah ini?

Kita dituntut adil dalam berpengetahuan. Tidak boleh menyembunyikan ilmu pada satu, tapi membeberkan pada yang lain yang enak buat sendiri. Ini tidak adil. Bagaimanapun ilmu itu untuk membuka misteri. Tapi, sebagaimana sudah disebutkan di depan, bahwa ketika kita melihat misteri, kepercayaan awal jangan dilepaskan, selama kita belum sampai kepada hakikat yang buram ini.

Sambil memegang kepercayaan awal, kita coba menguak-kuak misteri. Seperti kita di tepi sungai, sementara tangan satu berpegangan pada pohon atau akar, tangan yang lain memegang tongkat mengais-kais sesuatu di sungai. Pegangan ke pohon ini diperlukan agar kita tidak terjatuh ke sungai. Selama kita belum siap terjun ke sungai, mengapa perlu terjun? Persiapkan dulu segalanya dan pertimbangkan dulu untung dan ruginya. Kalau ternyata tidak perlu, tak usah terjun. Cukup sambil memegang pohon, tangan yang lain coba menepiskan misteri dengan tongkat.

Allah yang maha suci tidak malu dan tidak ragu-ragu untuk menyatakan bahwa para nabi dan rasul itu tidak sama dalam derajat kemuliaan. Meski kita tidak boleh membeda-bedakan dalam keimanan, tetapi tetap saja, derajat para nabi dan rasul itu berbeda-beda. Begitu Almaghfurlah KH Fuad Hasyim ketika menjelaskan “laa nufarriqu baina ahadin-min-rusulih“. Tidak boleh kita iman “sangat“ kepada Nabi Muhammad, tetapi iman “agak“ kepada Nabi Isa as, misalnya. Tetapi kita tetap percaya bahwa Nabi Muhammad adalah nabi dan rasul yang paling mulia dari sekalian para nabi dan rasul yang lain. Nah jelas kan, bagaimana cara memisahkan antara keimanan yang diberikan oleh kita kepada mereka dan derajat kemulian yang diberikan Allah kepada mereka?!

Begitu juga sahabat yang satu dengan yang lain. Kemuliaan satu dengan yang lain pasti berbeda, donk. Kemuliaan mereka yang meyakinkan adalah dari kalangan muhajirin, anshor dan para ahli baiatur-ridwan beserta para pengikut mereka yang baik-baik. Karena kemuliaan derajat mereka berbeda-beda, tentu volume kran pipa yang dibuka Allah untuk mengucurkan rahmat dari salawat juga bisa memberi debit yang berbeda-beda. Misalnya, kepada muhajirin dan anshar beserta para pengikutnya, kran rahmat dibuka pol, tetapi mungkin kran dibuka sedikit saja kepada yang baru mengikut Nabi pada waktu belakangan dengan keimanan yang kurang mantap. Wallaahu a’lam.

Jangan protes, inikan terserah Allah. Masak kita maksa bahwa Allah harus membuka kran penuh untuk semuanya. Yang tidak boleh itu adalah, kita menuduh: ah sahabat bernama Polan harus tidak mendapat rahmat. Lho, kok kita mengambil posisi tuhan. Perbuatan ini sama dengan merusak kalimat laa ilaaha illallaah. Yakni kalimat yang menentukan kita tetap bertahan pada posisi hamba, jangan pernah duduk pada posisi tuhan. Kewajiban kita terhadap sesama mukmin adalah saling mendoakan, termasuk kepada para sahabat. Ini saja yang kita jalani. Tak perlu mengatur Allah harus begini dan begitu. Itu satu. Keduanya, kewajiban kita ini tidak boleh mencaci sesama mukmin, apalagi para pendahulu. Jadi, pisahkan antara kewajiban kita terhadap sesama mukmin dengan derajat dia yang diberikan Allah. Jangan sekali-sekali kita mengambil urusan Allah.

Kini mencoba memasuki ujian yang berat berikutnya, kullus-sohaabah uduul, setiap sahabat itu adil. Berdasarkan konsep pemahaman diatas, berarti tidak seratus persen para sahabat itu adil. Mari kita artikan kata “adil“ disini dengan “yang diterima beritanya“. Karena dalam istilah periwayatan, kata adil ini menyangkut bisakah atau tidak berita seseorang itu diterima. Artinya, tidak seratus persen para sahabat itu bisa diterima beritanya. Yakni, ada yang pantas dipercaya beritanya seratus persen, ada juga yang beritanya perlu dipertimbangkan kembali. Seperti dengan dikonfirmasi dengan berita-berita dari sahabat yang lain, dipikirkan kembali apakah sesuai dengan prinsip kebenaran dasar dalam Islam yang ada dalam Alquran dan yang mutawatir.

Seyogyanya, bagi para pelajar ilmu, paragraf di atas tidak masalah. Karena para pelajar sudah terbiasa menerima berita dari para ilmuwan siapapun. Apakah dia dari kalangan mukmin ataupun diluar mukmin. Sejak duduk di tsanawiyah, pelajar sudah terbiasa menerima Hukum Newton. Kalau kata kriteria Musthalah Hadits, Newton itu tidaklah masuk kriteria adil, alias tidak dapat diterima beritanya. Tetapi, karena hukumnya diterima oleh pembuktian-pembuktian, maka pemikiran Newton dijadikan hukum dasar. Maka disebutlah Hukum Newton. Lebih buruk adalah sikap kita terhadap berita-berita dari koran, internet dan selebaran. Entah siapa pemberitanya kita tidak kenal, tetapi kita terima apa adanya. Bahaya, ini.

Dalam pengetahuan, kemampuan orang menerima berita dan menyampaikannya berbeda-beda. Tentu saja, begitu juga sahabat. Tidak semua sahabat itu sederajat kecerdasannya. Jadi wajarlah, kalau pelajar dituntut hati-hati dalam menerima berita. Khususnya dalam segi pemaknaan. Jangankan berita yang bersumber dari perseorangan (berita ahad), berita dari Alquran saja yang sudah benar-benar huruf per hurufnya dari zaman ke zaman sama, orang bisa terpeleset dalam memahami.

Dalam menerima berita dari Nabi saaw, sebagian sahabat ada yang memberitakannya dengan bahasa buatannya sendiri. Disebutnya sebagai meriwayatkan berita dengan makna. Ada yang menerimanya tidak langsung dari Nabi, tetapi dari sahabat yang lain. Nah, hati-hati. Dari Nabi langsung saja, ada yang memberitakan ucapannya dengan makna. Bentuknya bisa berubah huruf, berubah amil, berubah harokat seperti yang tadinya mabni ma’lum menjadi mabni majhul, dan lain-lain. Bagaimana jadinya kalau tidak menerima dari Nabi langsung, tetapi dari pihak kedua? Boleh jadi mengalami modifikasi dua kali, tiga kali atau empat kali, sesuai berapa rantai pemberita di kalangan sahabat yang telah dilewati oleh sebuah berita setelah meluncur dari ucapan Nabi.

Kalau ada hadits bermakna “...dari sahabat A. Nabi bersabda..”. Hadits bentuk seperti ini boleh jadi sahabat A mendengarnya dari sahabat B, B nya dari C, baru C nya mendengar dari Nabi. Kita tidak pernah mendapat pemberitaan bagaimana persisnya rantai periwayatan di level para sahabat dari sahabat yang mendengar langsung dari Nabi. Nah, dalam hal ini, kita sering ceroboh dan tidak waspada. Jadi, belajar hadits itu tidak mudah. Siapa yang memandangnya remeh maka akan terjerumus kedalam keonaran. Keonaran demi keonaran yang terjadi sejak dahulu, diantaranya akibat tidak hati-hati dalam menerima berita. Apalagi ditambah dengan bumbu keangkuhan. Inilah sebab perpecahan.

Yah, karena begitu sulit, sebaiknya kita mengambil makna-makna hadits dari para imam madzhab saja, khususnya untuk yang sudah jelas ada. Meski madzhab berbeda-beda dalam pemaknaan, kita mesti memegang akhlak untuk tidak mencela pemaknaan yang berbeda dari madzhab yang lain. Karena kita sudah dapat membayangkan dan sadar, bahwa begitulah keadaan periwayatan hadits sebagaimana diuraikan di atas, memang sulit ceritanya juga. Pantas saja kalau makna-makna yang diberikan madzhab-madzhab pun berbeda-beda.

Tetapi syukurlah, pondasi dasar Islam tidak ada yang berbeda, meski pada madzhab yang berbeda-beda. Karena bersumberkan pada Alquran dan yang mutawatir saja. Yang mutawatir itu tidak hanya beritanya saja, tetapi juga pemaknaan dan amalan-amalan yang ditimbulkan juga harus mutawatir. Inilah yang diambil sebagai pondasi Islam. Mutawatir itu maksudnya proses yang melibatkan banyak orang dari banyak tempat dalam keadaan yang mustahil untuk mereka bersekongkol. Syarat yang sangat kuat dan mantap untuk menjadi dasar atau pondasi Islam.

Kini, ketika orang menghadapi hal-hal yang baru yang tidak dikenal oleh madzhab-madzhab sebelumnya, bahtsul masaa-il dituntut untuk membuat hujjah yang baru. Pada saat ini, kehati-hatian orang dituntut untuk mencermati hadits-hadits ahad, bahkan makna-makna dari yang mutawatir sekalipun sangat perlu. Tetapi jangan salah kaprah seperti kebiasaan perbuatan kita hari ini: Yang sudah ada diributkan; Yang belum ada dibiarkan. Ribut dengan perbedaan yang sudah ada menyusahkan orang. Membiarkan yang diperlukan tetapi belum dikenal juga menyusahkan orang. Kedua-duanya berakibat menelantarkan umat dalam kemiskinan dan kemunduran.


Sungguh Sunah.... Jama'ah Dzikir

Berkumpul di suatu tempat untuk berdzikir bersama hukumnya adalah sunnah dan merupakan jalan untuk mendapatkan pahala dari Allah, jika memang tidak dibarengi dengan perkara-perkara yang diharamkan. Hadits-hadits yang menunjukkan kesunnahan tentang ini sangat banyak, di antaranya: (Lihat an-Nawawi, Riyadl ash-Shalihin, hal. 470-473)



1. Rasulullah bersabda:

لاَ يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُوْنَ اللهَ تَعَالَى إِلاَّ حَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِيْنَةُ وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ (رواه مسلم)
“Tidaklah sekelompok orang berkumpul dan bardzikir menyebut Nama-nama Allah kecuali mereka dikelilingi oleh para Malaikat, diliputi rahmat, diturunkan kepada mereka ketenangan, dan Allah sebut mereka di kalangan para Malaikat yang mulia”. (HR. Muslim)

2. al-Imam Muslim dan al-Imam at-Tirmidzi meriwayatkan:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلّى اللهُ عَليهِ وَسَلّمَ خَرَجَ عَلَى حَلْقَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ، فَقَالَ: مَا يُجْلِسُكُمْ ؟ قَالُوْا: جَلَسْنَا نَذْكُرُ اللهَ وَنَحْمَدُهُ، فَقَالَ: إِنَّهُ أَتَانِيْ جِبْرِيْلُ فَأَخْبَرَنِيْ أَنَّ اللهَ يُبَاهِيْ بِكُمْ الْمَلاَئِكَةَ (أخرجه مسلم والترمذيّ)

“Suatu ketika Rasulullah keluar melihat sekelompok sahabat yang sedang duduk bersama, lalu Rasulullah bertanya: Apa yang membuat kalian duduk bersama di sini? Mereka menjawab: Kami duduk berdzikir kepada Allah dan memuji-Nya, kemudian Rasulullah bersabda: “Sungguh Aku didatangi oleh Jibril dan ia memberitahukan kepadaku bahwa Allah membanggakan kalian di kalangan para Malaikat”. (HR. Muslim dan at-Tirmidzi)

3. Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:

مَا مِنْ قَوْمٍ اجْتَمَعُوْا يَذْكُرُوْنَ اللهَ لاَ يُرِيْدُوْنَ بِذَلِكَ إِلاَّ وَجْهَهُ تَعَالَى إِلاَّ نَادَاهُمْ مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ أَنْ قُوْمُوْا مَغْفُوْرًا لَكُمْ (أخرجه الطّبَرانِيّ)

“Tidaklah suatu kaum berkumpul untuk berdzikir, dan mereka tidak berharap dengan itu kecuali untuk mendapat ridla Allah maka Malaikat menyeru dari langit: Berdirilah kalian dalam keadaan sudah terampuni dosa-dosa kalian”. (HR. ath-Thabarani)

Sedangkan dalil yang menunjukkan kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara umum, di antaranya adalah hadits Qudsi: Rasulullah bersabda:

يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى: أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِيْ بِيْ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِيْ، فَإِنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِيْ نَفْسِيْ، وَإِنْ ذَكَرَنِيْ فِيْ مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِيْ مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ (متّفق عليه)

“Allah berfirman: “Aku Maha kuasa untuk berbuat seperti harapan hambaku terhadap-Ku”, dan Aku senantiasa menjaganya dan memberikan taufiq serta pertolongan terhadapnya jika ia menyebut nama-Ku. Jika ia menyebutku dengan lirih maka Aku akan memberinya pahala dan rahmat secara sembunyi-sembunyi, dan jika ia menyebut-Ku secara berjama’ah atau dengan suara keras maka Aku akan menyebutnya di kalangan para Malaikat yang mulia”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Makna “Aku Maha kuasa untuk berbuat seperti harapan hambaku terhadap-Ku” artinya; Jika hamba tersebut berharap untuk diampuni maka akan Aku (Allah) ampuni dosanya. Jika ia mengira taubatnya akan Aku terima maka Aku akan menerima taubatnya. Jika ia berharap akan Aku kabulkan doanya maka akan Aku kabulkan. Dan jika ia mengira Aku mencukupi kebutuhannya maka akan Aku cukupi kebutuhan yang dimintanya. Penjelasan ini seperti tuturkan oleh al-Qadli ‘Iyadl al-Maliki.

Dzikir Berjama’ah Setelah Shalat Dengan Suara Keras

Para ulama telah sepakat akan kesunnahan berdzikir setelah shalat (Lihat an-Nawawi dalam al-Adzkar, h. 70). Al-Imam at-Tirmidzi meriwayatkan bahwa suatu ketika Rasulullah ditanya: “Ayyuddu’a Asma’u?”. (Apakah doa yang paling mungkin dikabulkan?). Rasulullah menjawab:

جَوْفُ اللَّيْلِ، وَدُبُرَ الصَّلَوَاتِ الْمَكْتُوْبَاتِ، قال الترمذيّ: حَدِيْثٌ حَسَنٌ
“Doa di tengah malam, dan seusai shalat fardlu”. (at-Tirmidzi mengatakan: Hadits ini Hasan)

Dalil-dalil berikut ini menunjukkan kesunnahan mengeraskan suara dalam berdzikir secara berjama’ah setelah shalat secara khusus. Di antaranya hadits dari sahabat ‘Abdullah ibn ‘Abbas, bahwa ia berkata:

كُنْتُ أَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلاَةِ رَسُوْلِ اللهِ بِالتَّكْبِيْرِ (رواه البخاريّ ومسلم)
“Aku mengetahui selesainya shalat Rasulullah dengan takbir (yang dibaca dengan suara keras)”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dalam hadits riwayat al-Imam Muslim disebutkan bahwa ‘Abdullah ibn ‘Abbas berkata:

كُنَّا نَعْرِفُ انْقِضَاءَ صَلاَةِ رَسُوْلِ اللهِ بِالتَّكْبِيْرِ (رواه مسلم)
“Kami mengetahui selesainya shalat Rasulullah dengan takbir (yang dibaca dengan suara keras)” (HR. Muslim)

Kemudian ‘Abdullah ibn ‘Abbas berkata:

أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِيْنَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوْبَةِ كَانَ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ (رواه البخاريّ ومسلم)
“Mengeraskan suara dalam berdzikir ketika orang-orang telah selesai shalat fardlu sudah terjadi pada zaman Rasulullah”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Dalam sebuah riwayat lain, juga diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari dan al-Imam Muslim, bahwa Ibn ‘Abbas berkata:

كُنْتُ أَعْلَمُ إِذَا انْصَرَفُوْا بِذلِكَ إِذَا سَمِعْتُهُ (رواه البخاريّ ومسلم)

“Aku mengetahui bahwa mereka telah selesai shalat dengan mendengar suara berdzikir yang keras itu”. (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Hadits-hadits ini adalah dalil akan kebolehan berdzikir dengan suara keras, tentunya tanpa berlebih-lebihan dalam mengeraskannya. Karena mengangkat suara dengan keras yang berlebih-lebihan dilarang oleh Rasulullah dalam hadits yang lain. Dalam hadits riwayat al-Bukhari dari sahabat Abu Musa al-Asy’ari bahwa ketika para sahabat sampai dari perjalanan mereka di lembah Khaibar, mereka membaca tahlil dan takbir dengan suara yang sangat keras. Lalu Rasulullah berkata kepada mereka:

اِرْبَعُوْا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُوْنَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا ، إِنَّمَا تَدْعُوْنَ سَمِيْعًا قَرِيْبًا ...
“Ringankanlah atas diri kalian (jangan memaksakan diri mengeraskan suara secara berlebihan), sesungguhnya kalian tidak meminta kepada Dzat yang tidak mendengar dan tidak kepada yang ghaib, kalian meminta kepada yang maha mendengar dan maha “dekat” …”. (HR. al-Bukhari)

Hadits ini bukan melarang berdzikir dengan suara yang keras. Tetapi yang dilarang adalah dengan suara yang sangat keras dan berlebih-lebihan. Hadits ini juga menunjukkan bahwa boleh berdzikir dengan berjama’ah, sebagaimana dilakukan oleh para sahabat tersebut. Yang dilaraang oleh Rasulullah dalam hadits ini bukan berdzikir secara berjama’ah, melainkan mengeraskan suara secara berlebih-lebihan.

Doa Berjama’ah

Rasulullah bersabda:

مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فَدَعَا بَعْضٌ وَأَمَّنَ الآخَرُوْنَ إِلاَّ اسْتُجِيْبَ لَهُمْ (رواه الحاكم في المستدرك من حديث مسلمة بن حبيب الفهري)
“Tidaklah suatu kaum berkumpul, lalu sebagian berdoa dan yang lain mengamini, kecuali doa tersebut akan dikabulkan oleh Allah”. (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak dari sahabat Maslamah ibn Habib al-Fihri).

Hadits ini menunjukkan kebolehan berdoa dengan berjama’ah. Artinya, salah seorang berdoa, dan yang lainnya mengamini. Termasuk dalam praktek ini yang sering dilakukan oleh banyak orang setelah shalat lima waktu, imam shalat berdoa dan jama’ah mengamini.

Ibn Hajar al-Haitami dalam al-Minhaj al-Qawim Syarh al-Muqaddimah al-Hadlramiyyah, menuliskan sebagai berikut:

[وَيُسِرُّ بِهِ] الْمُنْفَرِدُ وَالْمَأْمُوْمُ خِلاَفًا لِمَا يُوْهِمُهُ كَلاَمُ الرَّوْضَةِ (إِلاَّ الإِمَامُ الْمُرِيْدُ تَعْلِيْمَ الْحَاضِرِيْنَ فَيَجْهَرُ إِلَى أَنْ يَتَعَلَّمُوْا) وَعَلَيْهِ حُمِلَتْ أَحَادِيْثُ الْجَهْرِ بِذَلِكَ، لَكِنْ اسْتَبْعَدَهُ الأَذْرَعِيُّ وَاخْتَارَ نَدْبَ رَفْعِ الْجَمَاعَةِ أَصْوَاتَهُمْ بِالذِّكْرِ دَائِمًا

“Orang yang shalat sendirian dan seorang makmum agar memelankan bacaan dzikir dan doa seusai shalatnya, -ini berbeda dengan yang dipahami dari tulisan ar-Raudlah-, kecuali seorang Imam yang bermaksud mengajari para jama’ah tentang lafazh-lafazh dzikir dan doa tersebut, maka ia boleh mengeraskannya hingga jama’ah mengetahui dan hafal dzikir dan doa tersebut. Dengan makna inilah dipahami hadits-hadits mengeraskan bacaan dzikir dan doa setelah shalat. Namun al-Imam al-Adzra’i tidak menerima pemahaman seperti ini dan beliau memilih pendapat bahwa sunnah bagi para jama’ah hendaknya selalu mengeraskan suara mereka dalam membaca dzikir (Sesuai zhahir hadits-hadits di atas)” (al-Minhaj al-Qawim, h. 163).

Sabtu, 12 Maret 2011

Album Mbah Modin - Soutul Fata group 3


Album ini merupakan Album Ketiga 3 dari group qosidah modern soutul fata dari semarang. Dalam Album ini nuansa qosidah modern sangat ketal dan sedikit beraroma dangdut. ada 13 lagu dalam album ini, kami mencoba tuk mengidentifikasi mana yang terbaik yakni lagu mbah modin,
Berikut adalah daftar lagu dan link downloadnya :
01. Soutul Fata - Mbah Modin.mp3
02. Soutul Fata - Wajah Ayu.mp3
03. Soutul Fata - Kehormatan.mp3
04. Soutul Fata - Air Zam Zam.mp3
05. Soutul Fata - Abad Modern.mp3
06. Soutul Fata - Ana Hina.mp3
07. Soutul Fata - Jeritan Istri.mp3
08. Soutul Fata - Siluhinnas.mp3
09. Soutul Fata - Tampan.mp3
10. Soutul Fata - Asyik Santai.mp3
11. Soutul Fata - Sukria.mp3
12. Soutul Fata - Surga Dunia.mp3
13. Soutul Fata - Tabah.mp3
Demikian sedikit informasi dari kami, semoga bermanfaat.

Jumat, 11 Maret 2011

Kumpulan Teks Sholawat - Bagian (1)

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah.. Pada Kesempatan ini saya mencoba untuk menampilkan sisi teks sholawat berbahasa arabic.
Pada Bagian pertama ini ada 3 teks nya :
1. Marhaban Ya Romadlon
2. Alaa Ya Allah binadhroh
3. Ya Hanana
berikut teks sholawatnya :


Teks Sholawat "Marhaban Ya Romadlon"

مَرْحَبَاً يَا شَهْرَ رَمَضَانْ مَرْحَبَاً شَهْرَ الْعِبَادَةْ

مَرْحَبَاً يَا شَهْرَ رَمَضَانْ مَرْحَبَاً شَهْرَ السَّعَادَةْ

Selamat datang wahai Ramadhan, selamat datang wahai bulan Ibadah,
Selamat datang wahai Ramadhan, selamat datang wahai bulan kebahagiaan,

مَرْحَبَاً يَا زَاهِرَ اْلآنْ فِيْ الْمَجَالِيْ بِالزِّيَادَةْ

لِلأَخِلاَّ قُرَّةْ أَعْيَانْ أَنْتَ يَا شَهْرَ الإِفَادَةْ

Selamat datang wahai yg tiba dg cahaya dalam kejelasan bertambahnya anugerah,
Bagi para kekasih Allah engkau adalah kesayangan mereka wahai bulan yg penuh dg keberuntungan,

فِيْكَ يُجْلَى الرِّيْنُ والرَّانْ حِيْنَ تُجْلَى الإِسْتِجَادَةْ

مَرْحَبَاً ذَا خَيْرَ إِتْيَان شَهْرَنَا شَهْرَ السِّيَادَة

Padamu tersingkir segala kehinaan dan dosa, saat terbentangnya kesempatan untuk menyungkur sujud,
Selamat datang sebaik baik yg mengunjungi usia kami, bulan kita ini adalah baginda bagi bulan lainnya,

أَنْتَ سَيِّد كُلِّ الأَحْيَانْ وَالْيَتِيْمَةْ فِيْ الْقُلاَدَةْ

مَرْحَبَاً يَا شَهْرَ اْلإِحْسَانْ وَالصَّفَا وَالإِسْتِفَادَةْ

Engkaulah pemimpin bagi setiap saat, dan Kepala Mutiara bagi kalung kehidupan,
Selamat datang bulan kemuliaan, kesucian dan terbukanya kesempatan mengambil manfaat,

مَرْحَبَاً مِنْ غَيْرِ حُسْبَانْ حَيْثُ لاَ نُحْصِيْ عِدَادَةْ

كُلُّ مَسْجِدْ فِيْكَ قَدْ زَانْ رَبُّهُ بِاالنُّوْرِ زَادَهْ

Selamat datang kuucapkan tanpa terhitung, hingga tak terhingga banyaknya,
Segenap masjid terindahkan dengan kedatanganmu, Tuhan segenap masjid menambahkan cahaya pada masjid masjid dg kedatanganmu,

أَنْتَ بَهْجَةُ كُلِّ مَنْ كَانْ حَازَ مِنْ تَقْوَاهُ زَادَهْ

كُلُّ مُسْلِمْ فِيْكَ نَشْطَانْ فِيْ التَّوَجُّهْ لِلْعِبَادَةْ

Engkau cahaya kemegahan bagi segalanya, beruntunglah barangsiapa yg takwanya bertambah,
Setiap muslim giat di hari harimu dalam semangat beribadah,

وَعَنِ اْلآثَامِ كَسْلاَنْ وَلَهُ الطَّاعَاتْ عَادَةْ

فِيْ تَرَاوِيْحٍ وَقُُرْآنْ قَدْ جَفَا نَوْمَ الْقُعَادَةْ

Dan mereka (di bulan ramadhan) malas berbuat dosa, dan bagi mereka ketaatan pada Allah menjadi adat kebiasaan,
Dalam shalat tarawih dan Alqur’an, telah sirna kantuk orang yg malas shalat malam,

مَرْحَبَاً يَا عَالِيَ الشَّانْ مَا انْقَضَى وَصْفُ وِدَادَهْ

وَصَلاَةُ الْواحِدِ الْمانّْ مَنْ حَبَا النِّعْمَةْ عِبَادَهْ

Selamat datang wahai pemilik derajat yg mulia, yg tiada henti hentinya gambaran keindahan dan kerinduan atasnya,
Dan shalawat dari Yang Maha Tunggal dalam segala Anugerah, Yang Maha Memberi kenikmatan dalam beribadah,

تَتَغَشَّى فَخْرَ عَدْنَانْ وَكَذَا الآلَ الإِجَادَهْ

وَالصَّاحَابَةْ هُمْ وَاْلإِخْوَانْ نِعْمَ أَصْحَابُ الشَّهَادَةْ

Selalu terlimpah pada sang kebanggaan keturunan Adnan (Sayyidina Muhammad saw), dan pula segenap keluarga yg mulia, serta sahabat dan merekalah para saudara, semulia mulia para syuhada,

مَاأَضَاءَ بَالنُّوْرِ رَمَضَانْ وَانْجَلَى رَيْنُ الْبَلاَدَةْ

Seterang benderangnya cahaya Ramadhan, maka sirnalah kesempitan hati orang orang yg dalam kebodohan,


2..Alaa Ya Allah binadhroh

أَلاَ يَا الله بِنَظْرَة مِنَ الْعَيْنِ الرَّحِيْمـَة
Ya Allah ! limpahkanlah kurnia rahmat-Mu


تُدَاوِي كُلَّ مَا بِي مِنْ أَمْرَاضٍ سَقِيْمَة
Yang dapat menyembuhkan semua penyakit-penyakit yang ada padaku


ألاَ ياَ صَاحِ يا صَاحِ لاَ تَجْزَعْ وتَضْجَرْ
Wahai kawanku! Wahai kawanku! Janganlah engkau gelisah dan jangan bosan


وسَلِّمْ لِلْمَقَادِيْـر كَيْ تُحْمَدْ وتُؤْجـَرْ

Serahkanlah pada takdir agar engkau dipuji dan di beri pahala


وَكُـنْ رَاضِي بِمَا قَدَّرَ المَوْلَى ودَبَّـر
Dan jadilah hamba yang redha atas apa yang telah di takdirkan Allah, dan diaturkanNya


وَلاَ تَسْخَطْ قَضَا اللهِ رَبِّ الْعَرْشِ اْلأَكْبَر
Dan janganlah engkau ingkar akan takdir Allah Tuhan Arsy yang Maha Besar



وَكُنْ صَابِرْ وَشَاكِرْ
Jadilah engkau orang yang bersabar dan bersyukur


تَكُنْ فَائِزْ وَظَافِـرْ
Maka engkau akan menjadi orang yang berjaya dan menang


وَمِنْ أَهْلِ السَّرَائـِر
Dan menjadi kelompok orang orang ahli sir (rahsia)


رِجَالِ اللهِ مِنْ كُلِّ ذِيْ قَلْبٍ مُنـَوَّرٍ
Yaitu hamba-hamba Allah yang memiliki hati yang bercahaya


مُصَفًّى مِنْ جَمِيْعِ الدَّنَسِ طَيِّبٍ مُطَهَّرٍ
Yang bersih dari segala noda (kotoran hati), baik dan suci


وَذِهْ دُنْيـَا دَنِيـَّة حَوَادِثُهَا كَثِـيْرَة
Dunia ini hina, dan banyak kejadian-kejadiannya


وَعِيْشَـتُهَا حَقِيْرَة وَمُدَّتُهَا قَصـِيْرَة
Dan kehidupan dunia itu hina, serta masa untuk hidup itu singkat


وَلاَ يَحْرِصْ عَلَيْهَا سِوَى أَعْمَى الْبَصِيْرَة
Dan tidak ada orang yang rakus akan dunia melainkan orang yang buta hatinya


عَدِيْمُ الْعَقْلِ لَوْ كَانَ يَعْقِلْ كَانَ أَفْكـَر
Yang tidak berakal, yang apabila ia benar-benar berakal ia akan berfikir


تَفَكِّرْ فِي فَنَاهـَا
Berfikirlah akan dunia yang tidak kekal


وَفِي كَثْرَةِ عَنَاهَا
Dan penderitaannya (dunia) yang banyak.


وَفِي قِلَّةِ غِنَاهـَا
Dan akan kekayaannya (dunia) yang sedikit.


فَطُوْبَى ثُمَّ طُوْبَى لِمَنْ مِنْـهَا تَحَـذَّرْ
Maka beruntunglah dan sungguh beruntung bagi siapa yang berhati-hati daripada dunia


وَطَلَّقَهَا وَفِي طَاعَةِ الرَّحْمنِ شَمَرْ
Dan menceraikannya (dunia), dan bersiap-siap menuju kepada ketaatan Allah.


أَلاَ يَا عَيْن جُوْدِيْ بِدَمْعٍ مِنْكِِ سَائِـلْ
Wahai mata! Curahkanlah dari padamu air mata yang mengalir


عَلَى ذَاكَ الْحَبِيْبِ الَّذِيْ قَدْ كَانَ نَازِلْ
Untuk seorang kekasih yang telah di utus (Nabi Muhammad s.a.w.)


مَعَنَا فِي الْمَرَابِعْ وَأَصْبَحَ سَفَر رَاحِلْ
Ia bersama kami dan sekarang telah pergi


وَأَمْسَى الْقَلْبُ وَالْبَالُ مِنْ بَعْدِهِ مُكَدَّر
Maka hati ini setelah kepergiannya menjadi menjadi sedih


وَلكـِنْ حَسْبِيَ الله
Akan tetapi cukup bagiku, Allah

وَكـُلُّ الأَمْرِ للـهِ
Dan segala urusan akan kembali pada Allah

وَلاَ يَبْقَى سِوَى الله
Dan tiada yang kekal kecuali Allah


عَلَى بَشَّارِ جَادَتْ سَحَائِبْ رَحْمَةِ الْبَرّ
Semoga Allah memberikan curahan rahmatnya atas penghuni Bassyar (tiga tempat pengkuburan para Auliya).


وَحَيَّاهُمْ بِرَوْحِ الرِّضـَا رَبِّي وَبَشَّـرْ
Dan semoga Dia (Allah) mencurahkan keredhaannya atas mereka serta memberi khabar gembira


بِهَـا سَادَاتُـنَا وَالشُّيُوْخُ الْعَارِفُوْنَـا
Disana terdapat tuan-tuan dan guru-guru kami yang ‘arif

وَأَهـْلُوْنَا وَأَحْبـَابِ قَلْبِيْ نَازِلُوْنَـا
keluarga kami dan orang-orang yang kami cintai


وَمَنْ هُمْ فِي سَرَائِرِ فُؤَادِيْ قَاِطِنُوْنَـا
Dan mereka orang-orang yang berada dalam lubuk hatiku


بِسَاحَةِ تُرْبِهَا مِنْ ذَكِيِّ الْمِسْكِ أَعْطَر
Mereka berada di tempat yang debunya tercium aroma bau kasturi


مَنَازِلُ خَيْرِ سَادَة
Tempat-tempat persinggahan bagi sebaik-baik manusia


لِكُلِّ النَّاسِ قَادَة
Mereka pemimpin bagi umat manusia


مَحَبَّتَهُمْ سَعَادَة
Dalam mencintai mereka terdapat kebahagiaan


أَلاَ يَا بَخْت مَنْ زَارَهُمْ بِالصِّدْقِ وانْدَر
Sungguh beruntung bagi siapa yang menziarahi mereka dengan tulus dan datang


إِلَيْـهِمْ مُعْتَنـِي كُلُّ مَطْلُوْبِهِ تَيَسـَّرْ
Kepada mereka dengan penuh perhatian maka semua permintaannya akan dipermudahkan


3. Teks Sholawat Ya hanana (DHoharodin)

ظَهَرَ الدِّينُ المُؤَيَّد

2x ظَهَرَ الدِّينُ المُؤَيَّد بِظُهُورِالنَّبِى اَحمَد



يَا هَنَانَــــــــا بِمُحَمَّد ذَلِكَ الفَضلُ مِنَ الله

يَا هَنَانَا

x2 خُصَّ بِالسَّبعِ المَثَانِى وَحَوى لُطفَ المَعَأنِى

مَالَهُ فِى الخَلقِ ثَانِى وَعَلَيهِ اَنزَلَ الله

يَا هَنَانَا

2x صَلُّوا عَلى خَيرِ الاَنَام المُصطَفَى بَدرِالتَّمَام

صَلُّوا عَلَيهِ وَسَلِّمُوا يَشفَع لَنَأ يَومَ الزِّحَام

يَا هَنَانَا

Album Lailan Saro - Roudlotul Ahbab

Album perdana ini dihasilkan group sholawat Roudlotul Ahbab yang merupakan cabang dari is'adul ahbab group. sehingga sholawat yang dihasikan pun bernuansa modern. ada 9 lagu yang ditampilkan album ini dan lagu favorite penulis situs ini adalah lailan saro dan roudli Iman :
berikut ini daftar lagu dan link downloadnya :
01. Roudhotul Ahbab - Lailan Saro.mp3
02. Roudhotul Ahbab - Maulay.mp3
03. Roudhotul Ahbab - Hasbi.mp3
04. Roudhotul Ahbab - Lama'al.mp3
05. Roudhotul Ahbab - Samjung Rosul.mp3
06. Roudhotul Ahbab - Perdamaian.mp3
07. Roudhotul Ahbab - Roudli Iman.mp3
08. Roudhotul Ahbab - Renungan.mp3
09. Roudhotul Ahbab - Mahabbah.mp3

demikian informasi dari kami, semoga bermanfaat

Kamis, 10 Maret 2011

Album Mari bersholawat - Al Muqtashidah Group


Album sholawat ini merupakan album perdana dari Al Muqtashidah Group suatu group sholawat dari Pondok pesantren Langitan tuban. Pada Album ini sangat menajabkan saat lounchingnya... hampir seluruh penjuru wilayah indonesia ini mengenal album sholawat. maka dari ini kami ingin menampilkan kembali album tersukses al Muqtashidah ini. Ada 6 lagu sholawat yang dihadirkan dalam album ini
berikut ini adalah daftar lagu dan link downoad nya :
01. Al Muqtashidah Group - WULIDAL MUSYARROF.mp3
02. Al Muqtashidah Group - YA RASULALLAH YA NABI.mp3
03. Al Muqtashidah Group - SALAMUN SALAMUN.mp3
04. Al Muqtashidah Group - AL QOLBUL MUTAYYAM.mp3
05. Al Muqtashidah Group - SHOHIBUS SYAFA'AH.mp3
06. Al Muqtashidah Group - DO'AUT THOLABAH.mp3

Rabu, 09 Maret 2011

Album Tuntunan Walisongo - PonPes Walisongo - Sragen


Album sholawat rebana walisongo ini merupakan album jawa kesekian dari pondok pesantren walisongo sragen Jawa Tengah, yang diasuh oleh KH. Makruf Islamuddin. Khusus dalam Album ini kyai makruf tidak termasuk dalam vokalis, maka kami beri nama Album Walisongo tuntunan jawa walisongo. Dalam lantunan sholawat rebana, sangat banyak pesan-pesan/mauidhotul hasanah tuk menjadikan renungan diri kita
berikut ini daftar lagu dan link downlaodnya :
01. Walisongo Sragen - Tuntunan Walisongo.mp3
02. Walisongo Sragen - Habibirrohman.mp3
03. Walisongo Sragen - Eling Sholat.mp3
04. Walisongo Sragen - Yaa Badrotim.mp3
05. Walisongo Sragen - Sarono Nggayuh Mulyo.mp3
06. Walisongo Sragen - Yaa Imamarrusli.mp3
07. Walisongo Sragen - Yaa Hanan.mp3
08. Walisongo Sragen - Yaa Rosulullah.mp3
09. Walisongo Sragen - Yaa habibi.mp3

Demikian sedikit informasi dari kami, semoga bermanfaat

Album Bagi Tamu Allah - Kanzus Sholawat Group


Album sholawat dari kanzus sholawat dengan judul album "Bagi tamu Allah" adalah sangat special bagi para calon haji atau tamu allah di baitul harom sana. Mudah-mudahan kami bisa menunai ibadah haji dan ziarah ke makam rosulullah.
Walaupun berjudul bahasa indonesia namun reffnya tetap teks sholawat memakai arabnya. Berikut ini daftar lagu dan link downloadnya :
01. Kanzus Sholawat - Labaik.mp3
02. Kanzus Sholawat - Hukum Haji.mp3
03. Kanzus Sholawat - Tata Krama Haji.mp3
04. Kanzus Sholawat - Peringatan dan Himbauan.mp3
05. Kanzus Sholawat - Peziarah Nabi.mp3
06. Kanzus Sholawat - Pahala Haji.mp3
07. Kanzus Sholawat - Keutamaan Tanah haram.mp3
08. Kanzus Sholawat - Doa haji.mp3

Demikian sedikit informasi album ini, semoga bermanfaat

Album Ifroh Ya Qolby - Assyafaah Group

Album ini adalah album pertama dari Group sholawat assyafaah Group dari pondok pesantren darul khoirot yang diasuh oleh KH Sua'di. karna Group sholawat baru ada didunia sholawat ini, maka dengan dukungan utamanya adalah Pondok Pesantren Darul Khoirot dan anaasyidusshofa Group mudah2 bisa eksis. sesuai dengan wilayah dipulau garam maka coraknya sholawat adalah modern.
Khusus album ini ada 2 lagu favorite penulis situs ini adalah ifroh ya Qolby dan Annabiy. berikut daftar lagu dan link download mp3nya..
01. Assyafa'ah Group - Ya Robbi.mp3
02. Assyafa'ah Group - Ifroh ya Qolbi.mp3
03. Assyafa'ah Group - Annabi.mp3
04. Assyafa'ah Group - Mawar.mp3
05. Assyafa'ah Group - Rosul.mp3
06. Assyafa'ah Group - Sa'lu Linnas.mp3
07. Assyafa'ah Group - Bamba.mp3
08. Assyafa'ah Group - Ayyu Shoutin.mp3

Demikian sedikit informasi dari kami, semoga bermanfaat