Pages

Bangladeshi Blog

Sabtu, 16 Februari 2008

Sampaikah Doa Pada Mayit?

Mereka yang mempunyai anggapan bahwa doa kepada mayit tidak sampai sepertinya hanya secara tekstual (harfiyah) memahami suatu dalil tanpa menghubungkan dengan dalil-dalil lainnya.

Sehingga kesimpulan yang mereka ambil mengenai do’a, bacaan Al-Qur’an, shadaqoh dan tahlil tidak berguna bagi orang yang telah meninggal. Dalam ayat lain Allah SWT menyatakan bahwa orang yang telah meninggal dapat menerima manfaat doa yang dikirimkan oleh orang yang masih hidup. Allah SWT berfirman:

وَالَّذِيْنَ جَاءُوْامِنْ بَعْدِ هِمْ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَااغْفِرْلَنَا وَلإخَْوَانِنَاالَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإَْيْمَانِ......

“Dan orang-orang yang datang setelah mereka, berkata: Yaa Tuhan kami, ampunilah kami dan ampunilah saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan beriman.” (QS Al-Hasyr 59: 10)

1. ٍAyat ini menunjunkkan bahwa doa generasi berikut bisa sampai kepada generasi pendahulunya yang telah meninggal. Begitu juga keterangan dalam kitab “At-Tawassul” karangan As-Syaikh Albani menyatakan: “Bertawassul yang diizinkan dalam syara’ adalah tawassul dengan nama-nama dan sifat-sifat Allah, tawassul dengan amalan soleh dan tawassul dengan doa orang shaleh.”

2. Mukjizat para nabi, karomah para wali dan ma’unah para ulama tidak terputus dengan kematian mereka. Dalam kitab Syawahidu al Haq, karya Syeikh Yusuf Ibn Ismail an-Nabhani: 118 dinyatakan:

وَيَجُوزُ التَّوَسُّلُ بِهِمْ إلَى اللهِ تَعَالَى ، وَالإِسْتِغَاثَةُ بِالأنْبِيَاءِ وَالمُرْسَلِيْنَ وَالعُلَمَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ بَعْدَ مَوتِهِمْ لأَنَّ مُعْجِزَةَ الأَنْبِيَاءِ وَكَرَمَاتِ الأَولِيَاءِ لاَتَنْقَطِعُ بِالمَوتِ

“Boleh bertawassul dengan mereka (para nabi dan wali) untuk memohon kepada Allah SWT dan boleh meminta pertolongan dengan perantara para Nabi, Rasul, para ulama dan orang-orang yang shalih setelah mereka wafat, karena mukjizat para Nabi dan karomah para wali itu tidaklah terputus sebab kematian.”(Syeikh Yusuf Ibn Ismail an-Nabhani, Syawahidul Haq, (Jakarta: Dinamika Berkah Utama, t.th), h. 118)

3. Dasar hukum yang menerangkan bahwa pahala dari bacaan yang dilakukan oleh keluarga mayit atau orang lain itu dapat sampai kepada si mayit yang dikirimi pahala dari bacaan tersebut adalah banyak sekali. Antara lain hadits yang dikemukakan oleh Dr. Ahmad as-Syarbashi, guru besar pada Universitas al-Azhar, dalam kitabnya, Yas`aluunaka fid Diini wal Hayaah juz 1 : 442, sebagai berikut:

وَقَدِ اسْتَدَلَّ الفُقَهَاءُ عَلَى هَذَا بِأَنَّ أَحَدَ الصَّحَابَةِ سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّم فَقَالَ لَهُ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّا نَتَصَدَّقُ عَنْ مَوتَانَا وَنُحَجُّ عَنْهُمْ وَنَدعُو لَهُمْ هَلْْ يَصِلُ ذَلِكَ إِلَيْهِمْ؟ قَالَ: نَعَمْ إِنَّهُ لَيَصِلُ إِلَيْهِمْ وَإِنَّهُمْ لَيَفْرَحُوْنَ بِهِ كَمَا يَفْرَحُ اَحَدُكُم بِالطَّبَقِ إِذَا أُهْدِيَ إِلَيْهِ!

“Sungguh para ahli fiqh telah berargumentasi atas kiriman pahala ibadah itu dapat sampai kepada orang yang sudah meninggal dunia, dengan hadist bahwa sesungguhnya ada salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, seraya berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami bersedekah untuk keluarga kami yang sudah mati, kami melakukan haji untuk mereka dan kami berdoa bagi mereka; apakah hal tersebut pahalanya dapat sampai kepada mereka? Rasulullah saw bersabda: Ya! Sungguh pahala dari ibadah itu benar-benar akan sampai kepada mereka dan sesungguhnya mereka itu benar-benar bergembira dengan kiriman pahala tersebut, sebagaimana salah seorang dari kamu sekalian bergembira dengan hadiah apabila hadiah tersebut dikirimkan kepadanya!"

Sedangkan Memberi jamuan yang biasa diadakan ketika ada orang meninggal, hukumnya boleh (mubah), dan menurut mayoritas ulama bahwa memberi jamuan itu termasuk ibadah yang terpuji dan dianjurkan. Sebab, jika dilihat dari segi jamuannya termasuk sedekah yang dianjurkan oleh Islam yang pahalanya dihadiahkan pada orang telah meninggal. Dan lebih dari itu, ada tujuan lain yang ada di balik jamuan tersebut, yaitu ikramud dla`if (menghormati tamu), bersabar menghadapi musibah dan tidak menampakkan rasa susah dan gelisah kepada orang lain.

Ketiga hal tersebut, semuanaya termasuk ibadah dan perbuatan taat yang diridlai oleh Allah AWT. Syaikh Nawawi dan Syaikh Isma’il menyatakan: "Bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sunnah (matlub), tetapi hal itu tidak harus dikaitkan dengan hari-hari yang telah mentradisi di suatu komunitas masyarakat dan acara tersebut dimaksudkan untuk meratapi mayit.

وَالتَّصَدُّقُ عَنِ المَيِّتِ بِوَجْهٍ شَرْعِيٍ مَطْلُوْبٌ وَلاَ يَتَقَيَّدُ بِكَوْنِهِ فِىْ سَبْعَةِ أَيَّامٍ أَوْ أَكْثَرَ أَوْ أَقَلَّ وَتَقْيِيْدُ بَعْضِ الأَيَّامِ مِنَ العَوَائِدِ فَقَطْ كَمَا أَفْتىَ بِذَالِكَ السَيِّدُ اَحْمَد دَحْلاَنْ وَقَدْ جَرَتْ عَادَةُ النَّاسِ بِالتَّصَدُّقِ عَنِ المَيِّتِ فِىْثاَلِثٍ مِنْ مَوْتِهِ وَفِىْسَابِعٍ وَفِىْ تَمَامِ العِشْرِيْنَ وَفِى الأَرْبَعِيْنَ وَفِى المِائَةِ وَبَعْدَ ذَالِكَ يَفْعَلُ كُلَّ سَنَةٍ حَوْلاً فِىْ يَوْمِ المَوْتِ

"Memberi jamuan secara syara’ (yang pahalanya) diberikan kepada mayyit dianjurkan (sunnah). Acara tersebut tidak terikat dengan waktu tertentu seperti tujuh hari. Maka memberi jamuan pada hari ketiga, ketujuh, kedua puluh, ke empat puluh, dan tahunan (hawl) dari kematian mayyit merupakat kebiasaan (adat) saja. (Nihayatuz Zain: 281 , I’anatuth-thalibin, Juz II: 166)

HM Cholil Nafis MA
Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU

Ukhuwah Islamiyah dan Persatuan Nasional

Pesan-pesan Muktamar ke-28 Nahdlatul Ulama Mengenai Masalah-Masalah Masyarakat, Bangsa, dan Negara

Dalam pengertian luas, ukhuwwah memberikan cakupan arti suatu sikap yang mencerminkan rasa persaudaraan, kerukunan, persatuan dan solidaritas, yang dilakukan oleh seseorang terhadap orang lain atau suatu kelompok pada kelompok lain, dalam interaksi sosial (muamalah ijtimaiyah).

Timbulnya sikap ukhuwwah dalam kehidupan masyarakat disebabkan adanya dua hal, yaitu:
a. Adanya persamaan, baik dalam masalah keyakinan/agama, wawasan, pengalaman, kepentingan, tempat tinggal maupun cita-cita.
b. Adanya kebutuhan yang dirasakan hanya dapat dicapai dengan melalui kerjasama dan gotong royong serta persatuan.

Ukhuwwah (persaudaraan atau persatuan ) menuntut beberapa sikap dasar, yang akan mempengaruhi kelangsungannya dalam realita kehodupan sosial. Sikap-sikap dasar tersebut adalah :
a. Saling mengenal (ta’aruf)
b. Saling menghargai dan menenggang (tasamuh)
c. Saling menolong (ta'awun)
d. Saling mendukung (tadlomum)
e. Saling menyayangi (tarahum)

Ukhuwwah (Persaudaraan atau Persatuan) akan terganggu kelestariannya, apabila terjadi sikap-sikap destruktif (muhlikat) yang bertentangan dengan etika sosial yang baik (akhlakul karimah) seperti :
a. Saling menghina (as-sakhriyah)
b. Saling mencela (al-lamzu)
c. Berburuk sangka (suudhan)
d. Saling mencermarkan nama baik (ghibah)
e. Sikap curiga yang berlebihan (tajassus)
f. Sikap congkak (takabbur)

Menurut arti bahasa dalam masalah ijtimaiyah, ukhuwwah dapat dijabarkan dalam konteks hubungan sebagai berikut:
a. Persaudaraan sesama muslim (ukhuwwah islamiyah, yang tumbuh dan berkrmbang Karena persamaan aqidah dan keimanan, baik ditingkat nasional dan internasional.
b. Persatuan nasional, yang tumbuh dan berkembang atas dasar kesadaran berbangsa dan bernegara.
c. Solidaritas kemanusiaan, yang tumbuh dan berkembang atas dasar rasa kemanusiaan yang bersifat universal.

Ukhuwwah islamiyah dan persatuan nasioanal merupakan dua sikap yang saling membutuhkan dan saling mendukung keduanya harus diupayakan keberadaannya secara serentak, dan tidak dipertentangkan antara satudengan yang lain.

Hubungan persaudaraan Islam dan persatuan nasional adalah:
a. Akomodatif, dalam arti ada kesediaan untuk saling memahami pendapat, aspirasi dan kepentingan satu dengan yang lain
b. Selektif, dalam arti ada sikap kritis untuk menganalisis dan memilih yang terbaik dan yang ashlah (lebi memberi maslahat) serta anfa’ (lebih memberi manfaat) dari beberapa alternative yanga ada
c. Integratif, dalam arti ada kesedihan untuk menyesuaikan dan menyelenggarakan berbagai macam kepentingan dan aspirasi tersebut secara benar, adil dan proposional

Ukhuwwah islamiyah dan persatuan nasional merupakan landasan dan modal dasar bagi terwujudnya hubungan kemanusiaan yang universal.

Ukhuwwah islamiyah dalam kehidupan sosial, khususnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, merupakan salah satu kondisi yang diperlikan dalam kehidupan perorangan maupun masyarakat, disamping mampu memberikan kemantapan, ketentraman dan kegairahan dalam menangani berbagai masalah yang ingin dicapai dan dalam mengatasi berbagai tantangan yang dapat mengganggu kehidupan social dan stabilitas nasional.

Kondisi yang demikian akan memberi motovasi dasar dalam mewujudkan tumbuhnya partisipasi masyarakat dalam proses pencapaian tujuan bersama, dan pada giliran selanjutnya berperan sebagai potensi besar yang diperlukan untuk meraih kehidupan lahiriyah dan batiniyah yang lebih bermutu. Kondisi seperti itu juga meningkatkan peran nyata dalam mewujudkan persatuan bangsa dan menggalang keutuhan ummat dalam rangka stabilitas nasional dan solidaritas islam, serta pengamalan agama yang bertujuan mencapai kesejahteraan hidup dunia dan kebahagiaan hidup akhirat.

Proses pengembangan wawasan ukhuwwah tersebut, kerapkali mengalami hambatan-hambatan, karena beberapa masalah yang timbul dari:
a. Adanya kebanggaan kelompok yang berlebihan yang mudah menumbuhkan siakapapriori fanatisme yang tidak terkontrol;
b. Sempitnya cakrawala berfikir, baik yang disebabkan oleh keterbatasan tingkat pemahaman masalah keagamaan (keislaman) dan kemasyarakatan, maupun yang disebabkan oleh rasa tassub golongan yang berlebihan
c. Lemahnya fungsi kepemimpinan ummat dalam mengembangkan budaya ukhuwwah baik dalam memberikan teladan pada bahwa maupun dalam mengatasi gangguan kerukunan yang timbul, dalam kehidupan ummat maupun organisasi.

Dalam penerapan konsep dan wawasan ukhuwwah, dapat dilakukan melalui berbagai cara, melalui bermacam lembaga serta sarana, antara lain:

a. Persaudaraan Islam (ukhuwwah islamiyah) seyogyanya dimulai dari linkungan yang paling kecil (keluarga), kelompok atau warga suatu jam’iyah, kemudian dikembangkan dalam lingkungan yang lebih luas (antar jam’iyah aliran dan bangsa)

b. Perlu adanya keteladanan yang baik (uswah hasanah) dari pemimpin ummat, dan khususnya bagi Nahdlatul Ulama’ diperlukan keteladanan dari para pengurus untuk menampilkan sikap ukhuwwah yang dapat dijadikan contoh oleh warganya dan ummat islam pada umumnya, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan fungsionalnya.

c. Mengembangkan perluasan cakrawala berpikir dalam masalah keagamaan maupun kemasyarakatan, dalam rangka lebih meningkatkan saling pengerrtian dan saling memahami wawasan pihak lain, dan mengembangkan sikap keterbukaan dalam menghadapi masalah-masalah sosial.

d. Terbentuknya lembaga-lembaga atau pranata-pranata yang dapat menumbuhkan kerukunan, persatuan dan solidaritas warga dan ummat, seperti koperasi, badan-badan kontak dan dan konsultasi dan lain sebagainya, sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan ummat.

e. Mendayagunakan semua lembaga dan sarana yang sudah tersedia, baik yang diadakan oleh pemerintah maupun oleh swdaya masyarakat sendiri, seprti MUI, pesantren, sekolah dan kampus perguruan tinggi, sebagai sarana pengembangan persaudaraan islam dan persatuan nasional.

f. Mendayagunakan pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya yang dimililki oleh nahdlatul ulama’ khususnya, agar lebih berperan dalam pengembangan wawasan ukhuwwah, baik melalui program kurikuler, kokurikuler maupun ekstra-kurikuler.

g. Menciptakan suatu mekanisme yang baik dan efektif dalam kehidupan Jam’iyyah Nahdlatul Ulama, yang mampu berperan dalam menyelesaikan masalah, jika terjadi perbedaan pendapat dalam pergaulan intern pengurus jam’iyah Nahdlatul Ulama, atau dalam mengatasi perbedaan pendapat dengan pihak-pihak lain. Dalam hubungan ini, perlu difungsikan mekanisme ishlahu dzatil bain (arbritrase ) seoptimal mungkin.


Yogyakarta, 29 Rabi’ul Akhir 1410 H/28 Novemver 1989 M

PIMPINAN SIDANG KOMISI IV
(PESAN-PESAN MUKTAMAR)

K.H.M. MUNASIR (Ketua)
K.H Imran Hamzah (Wakil Ketua)
H.A Chalid Mawardi (Sekretaris)
H.R. Lahamado (Anggota)

Sabtu, 09 Februari 2008

10 Sahabat dijamin masuk surga

10 Sahabat Ahli Surga
"Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang petama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dengan mereka dan mereka ridho kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung." (Qs At-Taubah : 100)

Berikut ini dari bukunya Bey Arifin, Samudera Al-Fatihah yang diterbitkan pada tahun 1965, mengenai 10 orang sahabat terdekat Rasul sekaligus yang dijamin masuk surga (Asratul Kiraam).

1. Abu Bakar Siddiq ra.
Beliau adalah khalifah pertama sesudah wafatnya Rasulullah Saw. Selain itu Abu bakar juga merupakan laki-laki pertama yang masuk Islam, pengorbanan dan keberanian beliau tercatat dalam sejarah, bahkan juga didalam Quran (Surah At-Taubah ayat ke-40) sebagaimana berikut : "Jikalau tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seseorang dari dua orang (Rasulullah dan Abu Bakar) ketika keduanya berada dalam gua, diwaktu dia berkata kepada temannya:"Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita". Maka Allah menurunkan ketenangan kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." Abu Bakar Siddiq meninggal dalam umur 63 tahun, dari beliau diriwayatkan 142 hadiets.

2. Umar Bin Khatab ra.
Beliau adalah khalifah ke-dua sesudah Abu Bakar, dan termasuk salah seorang yang sangat dikasihi oleh Nabi Muhammad Saw semasa hidupnya. Sebelum memeluk Islam, Beliau merupakan musuh yang paling ditakuti oleh kaum Muslimin. Namun semenjak ia bersyahadat dihadapan Rasul (tahun keenam sesudah Muhammad diangkat sebagai Nabi Allah), ia menjadi salah satu benteng Islam yang mampu menyurutkan perlawanan kaum Quraish terhadap diri Nabi dan sahabat. Dijaman kekhalifaannya, Islam berkembang seluas-luasnya dari Timur hingga ke Barat, kerajaan Persia dan Romawi Timur dapat ditaklukkannya dalam waktu hanya satu tahun. Beliau meninggal dalam umur 64 tahun karena dibunuh, dikuburkan berdekatan dengan Abu Bakar dan Rasulullah dibekas rumah Aisyah yang sekarang terletak didalam masjid Nabawi di Madinah.

3. Usman Bin Affan ra.
Khalifah ketiga setelah wafatnya Umar, pada pemerintahannyalah seluruh tulisan-tulisan wahyu yang pernah dicatat oleh sahabat semasa Rasul hidup dikumpulkan, kemudian disusun menurut susunan yang telah ditetapkan oleh Rasulullah Saw sehingga menjadi sebuah kitab (suci) sebagaimana yang kita dapati sekarang. Beliau meninggal dalam umur 82 tahun (ada yang meriwayatkan 88 tahun) dan dikuburkan di Baqi'.

4. Ali Bin Abi Thalib ra.
Merupakan khalifah keempat, beliau terkenal dengan siasat perang dan ilmu pengetahuan yang tinggi. Selain Umar bin Khatab, Ali bin Abi Thalib juga terkenal keberaniannya didalam peperangan. Beliau sudah mengikuti Rasulullah sejak kecil dan hidup bersama Beliau sampai Rasul diangkat menjadi Nabi hingga wafatnya. Ali Bin Abi Thalib meninggal dalam umur 64 tahun dan dikuburkan di Koufah, Irak sekarang.

5. Thalhah Bin Abdullah ra.
Masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Siddiq ra, selalu aktif disetiap peperangan selain Perang Badar. Didalam perang Uhud, beliaulah yang mempertahankan Rasulullah Saw sehingga terhindar dari mata pedang musuh, sehingga putus jari-jari beliau. Thalhah Bin Abdullah gugur dalam Perang Jamal dimasa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di Basrah.

6. Zubair Bin Awaam
Memeluk Islam juga karena Abu Bakar Siddiq ra, ikut berhijrah sebanyak dua kali ke Habasyah dan mengikuti semua peperangan. Beliau pun gugur dalam perang Jamal dan dikuburkan di Basrah pada umur 64 tahun.

7. Sa'ad bin Abi Waqqas
Mengikuti Islam sejak umur 17 tahun dan mengikuti seluruh peperangan, pernah ditawan musuh lalu ditebus oleh Rasulullah dengan ke-2 ibu bapaknya sendiri sewaktu perang Uhud. Meninggal dalam usia 70 (ada yang meriwayatkan 82 tahun) dan dikuburkan di Baqi'.

8. Sa'id Bin Zaid
Sudah Islam sejak kecilnya, mengikuti semua peperangan kecuali Perang Badar. Beliau bersama Thalhah Bin Abdullah pernah diperintahkan oleh rasul untuk memata-matai gerakan musuh (Quraish). Meninggal dalam usia 70 tahun dikuburkan di Baqi'.

9. Abdurrahman Bin Auf
Memeluk Islam sejak kecilnya melalui Abu Bakar Siddiq dan mengikuti semua peperangan bersama Rasul. Turut berhijrah ke Habasyah sebanyak 2 kali. Meninggal pada umur 72 tahun (ada yang meriwayatkan 75 tahun), dimakamkan di baqi'.

10. Abu Ubaidillah Bin Jarrah
Masuk Islam bersama Usman bin Math'uun, turut berhijrah ke Habasyah pada periode kedua dan mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah Saw. Meninggal pada tahun 18 H di urdun (Syam) karena penyakit pes, dan dimakamkan di Urdun yang sampai saat ini masih sering diziarahi oleh kaum Muslimin.